Jumat, 05 September 2008

Yonas Satyatma Suwono



Adakah yang berbeda? begitulah yang ada dalam benakku saat melihat sosok bayi montok yang tak lain adalah anak kandungku yang pertama. Yonas Satyatma Suwono adalah nama pemberianku untuk putra pertamaku ini, Saat artikel blog ini ditulis anakku sudah berumur 3 bulan lebih dan dia bertumbuh menjadi bayi yang bongsor! Bahkan saat disandingkan dengan bayi-bayi lain sewaktu ke posyandu, yoyo adalah bayi yang paling besar jika dibandingkan bayi lain yang seusianya. Untung saja Yoyo bukan termasuk bayi yang obesitas, dengan berat 8 kg Yoyo masih termasuk normal, meskipun grafik pertumbuhan di kartu posyandu, berat badan Yoyo saat ini dalam titik kuning! waduh mesti mulai hati-hati nih!!

Banyak yang mengatakan jika Yoyo adalah fotokopi ayahnya, bapakku juga mengatakan jika saat aku masih bayi benar-benar serupa dengan Yoyo. Cuma bedanya kulitku lebih hitam!hehehe...Aku juga masih ingat saat aku melihat fotoku saat bayi ada banyak kemiripan antara aku dan anakku ini, sayangnya foto masa bayiku sudah rusak karena lembab. Sedih deh gak bisa menampilkan foto masa bayiku dan foto yoyo di blog ini.

Saat lahir Yoyo meminum air ketuban mamanya, bahkan karena tersedak dia tidak bisa langsung menangis saat keluar dari rahim. Untunglah ibu bidan yang menolong persalinan segera bereaksi cepat sehingga tak lama kemudian tangisan pertama Yoyo membahana ke seluruh poliklinik!! Sedihnya waktu Yoyo lahir pada jam 17.35 WIB, aku masih di bus dalam perjalanan dari Surabaya menuju Trenggalek (tempat lahir Yoyo). Aku baru sampai di poliklinik tempat Yoyo lahir pada jam 23.00 WIB, dengan hati berdebar-debar aku masuk kamar tempat istriku bersalin. Aku melihat istriku tercinta masih tergolek dengan lemah. Aku mengecup keningnya dan dia tersenyum, kemudian pandanganku beralih ke box inkubator dan aku melihat sesosok mungil bayi lelaki yang sedang tertidur dengan lelapnya. Inikah keturunanku? demikian hatiku bertanya.


Dengan mata berbinar dan hati yang diliputi kebanggaan, aku tak mengalihkan pandanganku ke sosok bayi mungil berberat 2,9kg ini. Inilah Yonas Satyatma Suwono yang kelak menjadi kebanggaanku demikian kata hatiku berbisik. Sehari di kamar bersalin, akhirnya istriku diperbolehkan pulang. Disinilah aku mulai mengambil peran pertamaku sebagai seorang ayah. Menurut tradisi Jawa, seorang suami diharuskan membersihkan kain bekas persalinan dengan air yang mengalir, untungnya di dekat rumah istriku ada sungai yang bersih dan mengalir lancar. Dengan tanganku sendiri aku mulai membersihkan darah bekas persalinan yang melekat di beberapa potong kain, padahal aku paling gak kuat kalo liat darah manusia (kalo darah ayam sih udah biasa!) Tapi karena ini darah dari rahim istriku sendiri, aku pun sekuat hati membersihkan kain-kain berdarah itu...

Lalu bapak mertuaku memintaku menggali lubang di pekarangan belakang rumah untuk mengubur ari-ari (placenta). Akupun melakukannya dengan segenap hati, karena lagi-lagi harus menuruti tradisi Jawa. Buat aku sih gak ada masalah untuk itu, karena bapak mertuaku berkata jika seorang Ayah bersungguh-sungguh dalam seluruh prosesi Jawa ini, maka dia juga akan bersungguh-sungguh dalam merawat dan mendidik anaknya. Hmmm...sangat logis juga ya???

Aku hanya mendapat ijin cuti 3 hari dari kantorku, sedih..padahal untuk perjalanan surabaya-trenggalek sudah 6jam, jadi ijin cutiku yang 3 hari itu mesti kepotong 12jam untuk naik bus antar kota. Meski cuma sebentar aku dapat menikmati peranku sebagai seorang ayah. Aku selalu memperhatikan bagaimana mulut mungilnya menikmati susu formula dari botol, karena istriku belum lancar mengeluarkan ASI-nya.

Akhirnya aku harus meninggalkan istri dan anakku menuju kota surabaya karena esok hari aku harus kembali beraktifitas di kantor. Keesokan harinya aku kembali melakukan aktifitas sendirian, aku mengantar istriku ke rumah orang tuanya sejak usia kandungannya 8 bulan, aku harus menjalani kehidupan seperti sebelum menikah, seorang bujang yang selalu melakukan apapun sendirian. Tak heran jika akhirnya berat badanku turun 2 kg dalam kurun 2 bulan.

Meskipun di Surabaya aku harus menjalani kesendirian tanpa ditemani istri, aku tetap keep contact dengan istriku via handphone, aku selalu menanyakan tumbuh kembang Yoyo. Saat usia Yoyo genap 1 bulan, aku sedih istriku memberi kabar Yoyo diperiksa ke dokter spesialis anak dan Yoyo didiagnosis terserang Asma. Tentu aku sedih bukan main, aku kepikiran berapa biaya pengobatan Yoyo jika benar-benar terserang Asma.

Untunglah keesokan harinya istriku memberi kabar bahwa Yoyo diperiksakan di poliklinik, ibu bidan mengatakan jika Yoyo memang mengalami gangguan pernapasan, tapi bukan asma melainkan ada penyumbatan di hidung dan tenggorokannya oleh sisa air ketuban yang mengeras. Penanganannya hanya membutuhkan ketelatenan mamanya untuk membersihkan sisa air ketuban tersebut dari hidung Yoyo. Yoyo juga diberi obat pengencer dahak agar air ketuban yang mengeras di tenggorokannya dapat luruh.

Setelah satu minggu terjadi perkembangan yang menggembirakan, Yoyo tidak lagi mengalami gangguan pernapasan. Sehingga mempengaruhi nafsu minum ASI-nya (istriku termasuk lancar mengeluarkan ASI). Setelah 2 bulan sejak kelahirannya, berat badan Yoyo menjadi 6 kg, sangat montok untuk bayi berumur 2 bulan.