Jumat, 11 Juli 2008

Destiny


Sore yang suram, aku melihat sosok gadis yang aku cintai melangkah menuju pelataran rumah. Seperti biasa dadaku selalu berdegub tak beraturan saat aku memandang sosoknya. Aku yang memandangnya melalui kaca jendela segera beranjak dari sofa di ruang tamu dan menghampirinya.
“Kenapa kamu datang kesini tanpa memberi tahu aku?”tanyaku penasaran. Tanganku segera meraih lengannya namun segera ditepisnya. Aku melihat air mukanya menandakan kegalauan teramat sangat. Aku mengenalnya dengan sangat baik dan bahkan mungkin aku tahu isi hatinya.
“Pamanmu ada?”tanya dia dengan nada dingin.
“Emangnya ada apa kamu mencari paman?”tanyaku lagi
“Aku kesini karena undangan pamanmu…”jawabnya datar, jawaban itu semakin membuatku bertanya-tanya.
Benar-benar sore yang aneh dan kikuk, padahal sehari sebelumnya kami sangat mesra. Kemarin aku menghabiskan sore yang jingga bersamanya, kami berjalan perlahan menyusuri pedestarian jalan pajajaran hingga tanpa terasa langkah kami berujung di taman peranginan yang mungil. Di sekeliling kami ada beberapa pasang remaja yang juga menikmati sore seperti kami, sore yang lengang membuatku terbawa suasana, sebelumnya aku tak pernah menikmati suasana romantis seperti ini hingga akhirnya aku mengenal gadis cantik bermata sipit ini.
----------------------
Kami duduk berdua di bangku taman yang mungil, aku memandangnya semua yang ada pada dirinya, kulihat setiap gerak bibirnya yang mungil saat dia melontarkan gurauan yang tak asing bagiku. Aku memang tak berkonsentrasi dengan gurauan-gurauan tua itu karena aku sudah pernah mendengar sebelumnya, tapi aku bahagia saat memandang pancaran wajahnya yang berseri, aku ikut tertawa saat dia mentertawakan gurauannya sendiri.
Aku memandangnya dengan cinta yang tulus, saat dia masih tertawa tanpa dia sadari tanganku membelai rambutnya, dia terkesiap, "apaan sih???" tapi kemudian dia terdiam dan memandang wajahku. Kini kulihat pipi yang bersemu merah itu...
"Tau gak? aku adalah lelaki paling bahagia di dunia ini..."kataku padanya. Dia salah tingkah mendengar ucapanku, pipinya semakin merona merah.
"Kamu semakin cantik jika sedang malu.."candaku sekaligus pujian untuknya.
Dia semakin serba-salah, sehingga dia menutup wajah dengan kedua tangannya, "malu tau..."
"Ngapain harus malu?"sanggahku, tanganku masih mengelus rambut merahnya yang sebahu.
"Kamu adalah wanita tercantik yang mengisi hari-hariku..."kataku, kini tanganku mengelus pipinya yang halus.
Dia terdiam dan matanya menatapku penuh perasaan, "Aku sayang banget sama kamu..."katanya, saat itu aku bagai melambung ke awan.
Wajahku sangat dekat dengan wajah cantiknya, sore yang mulai beranjak gelap tak mampu mengusir kami dari romansa ini, aku mencium bibirnya yang mungil dan cantik...jantungku bergejolak dipenuhi cinta, tapi bukan nafsu...
Dia mencoba menghentikan ciuman yang mesra itu, "sudah ah, malu kan kalo diliat orang??"
Aku melihat ke sekeliling, "bukannya banyak pasangan lain yang juga seperti kita?"sanggahku.
"Ya tapi tetep aja gak sopan kan?" jawabnya.
Aku terdiam mendengar jawabannya yang mengena itu, kalau dipikir-pikir keterlaluan juga aku sampai-sampai berciuman di tempat umum.
"Iya juga sih.."kataku sambil menggaruk kepala.
"Tuh kan, nyadar.."celetuknya sambil tersenyum,
"kalo kamu lagi garukin kepala, aku jadi ingat ragunan deh..."sambil berkata begitu, dia cekikikan.
"Maksudmu?"aku masih belum sadar maksud perkataannya. tapi sesaat kemudian aku sadar yang dia maksud adalah aku mirip monyet.
"Enak aja aku disamain monyet!" seruku saat menyadari maksud ucapannya, dia makin tertawa cekikikan.
"Gwe jitak loe!" kataku, tangan kiriku meraih bahunya agar merapat padaku, sedangkan tangan kananku mulai menjitaki kepalanya.
"Ampun..ampun..."dia merajuk. Akupun berhenti menjitakinya, tubuh kami sangat dekat seolah tak ada lagi jarak. Jantungku kembali berdesir saat menyadari ada aliran aneh merambati tubuhku. Kami terdiam cukup lama.
"I love you, honey..."bisiknya, aku bahagia mendengar bisikan itu.
"I love you too..." jawabku.
----------------
Hari mulai merambat malam, taman peranginan mulai sepi. Angin malam mulai terasa dingin menembus kulit. Sepertinya sudah saatnya kami beranjak dari taman ini.
"Terima kasih honey, kamu membuatku bahagia hari ini, besok aku udah mulai kerja lagi,"katanya kepadaku, jemarinya yang halus meraih tanganku dan mengajakku beranjak dari taman peranginan.
Sepertinya ada yang hilang saat aku menyadari bahwa tak lama lagi aku harus mengakhiri kebersamaan yang romantis ini.
"Kenapa waktu begitu cepat berlalu?"keluhku.
"Padahal aku masih sangat merindukanmu."
"Sudahlah sayang, kan masih ada esok?"katanya menenangkan gundahku.
"Tapi kita takkan pernah tau yang akan terjadi esok..."
Dia terdiam dan memahami apa maksud perkataanku itu. Tiba-tiba air mata menetes di pipinya, aku terkejut saat melihatnya menangis.
"Kenapa sayang..."tanyaku sambil mengusap air mata dari pipinya.
"Waktu kamu berkata seperti itu, aku merasa bahwa tak lama lagi kita akan berpisah..."ucapnya terbata-bata, aku tahu hatinya menahan perasaan yang teramat sangat.
"Aku berjanji takkan meninggalkanmu."kataku mencoba menenangkan isak tangisnya.
"Terima kasih honey, kau menenangkan hatiku."katanya, dia mulai tenang meskipun ucapannya masih agak terbata-bata karena isak tangisnya.
Aku segera meraih ujung tangannya, kami melangkah meninggalkan taman peranginan yang telah sepi. Kami kembali berjalan menyusuri pedestarian jalan pajajaran, hingga sampailah kami di ujung jalan.
Hatiku terasa sangat tidak nyaman, karena sesaat lagi dia akan pergi.
"Kenapa saat bersamamu waktu terasa sangat cepat berputar, tapi saat tak bersamamu waktu malah berjalan melambat..." kataku padanya, aku memeluknya dengan penuh cinta.
"Itu tandanya kamu memang cinta aku, sayang..." bisiknya.
"Emang iya??bukannya kamu yang cinta aku??"godaku.
"Iiihh..PeDe banget sih???"protesnya.
"Auuuh..."aku merintih kesakitan saat jemarinya dengan keras mencubit pinggangku.
"Iya deh aku yang cinta kamu, tapi kamu juga cinta aku kan??" kataku memenangkan hatinya.
Dia tersenyum manis....hingga akhirnya angkot 07 tepat berhenti di depan kami.
"Aku pulang dulu sayang..."katanya, tangannya meraih tangan kananku dan dia arahkan ke bibirnya...dia mencium tanganku seperti seorang istri yang setia pada suaminya.
Jantungku berkesiap dengan sanjungan itu, tak pernah ada perempuan yang sangat menghargaiku selain dirinya.
Sesaat kemudian bibirku mendekati keningnya dan kukecup keningnya dengan penuh perasaan.
"Hati-hati ya..."kataku.
"Kamu juga ya.." balasnya, sementara orang-orang yang ada di dalam angkot tersenyum melihat kemesraan kami.
-------------------
Kini aku berdiri sendirian di ujung jalan pajajaran, aku mulai akrab dengan jalan ini, jalan yang legendaris bagi remaja-remaja kota bogor menghabiskan sorenya disini. Kota Bogor yang sejuk dan hijau membuatku tak ingin segera pulang. Aku mencintai kota ini, karena di kota inilah aku bertemu dengan gadis cantik bermata sipit yang kini mengisi hatiku.
Hari ini adalah hari ketujuh aku mengambil cuti kantor, masih ada 3 hari tersisa sebelum akhirnya aku harus kembali ke Surabaya yang pengap dan kotor. Seandainya kantorku mengijinkan aku mutasi ke kota Bogor pasti aku akan sangat bahagia, karena aku bisa dengan leluasa bertemu dengannya tanpa dibatasi ijin cuti.
Tapi kenyataan berkata lain, karena aku harus merelakan tak bertemu dengannya untuk 3 bulan kemudian, sebelumnya akhirnya hari libur nasional mengantarku kembali ke kota Bogor ini.
Menghabiskan waktu tanpa bersamanya sungguh terasa berat bagiku, tapi aku harus menerima kenyataan ini dan itulah konsekuensi yang harus aku terima jika menjalin cinta long distance.
Angkot menuju stasiun Bogor mulai tidak terlihat melintasi jalan pajajaran.
"Gawat! bisa ketinggalan KRL ke Depok nih!" batinku, aku mulai panik saat melihat jam di handphone menunjuk angka 20.30. Tapi untungnya tak berapa lama angkot yang aku maksud mulai terlihat dari kejauhan, lega rasanya.
Saat angkot hijau itu telah berhenti di depanku, tanpa menunggu lebih lama aku segera naik ke dalamnya. "Semoga saja masih ada KRL ke Depok.."batinku.
Sepanjang perjalanan menuju stasiun Depok, pikiranku masih saja tertuju padanya. Kecantikannya membuat jantungku tak bisa tenang, desir-desir itu masih kurasakan saat aku mengingat ciuman kami yang hangat.
"Terakhir!yang terakhir! stasiun Bogor!" teriakan kernet angkot hijau itu membuyarkan lamunanku.
"Ternyata sudah sampai di stasiun Bogor..." batinku.
Tak perlu waktu lama untuk menuju loket stasiun, karcis seharga 1500 perak telah aku genggam, untunglah masih ada KRL menuju Depok. Kulangkahkah kakiku menuju peron stasiun, masih ada kesibukan di stasiun tua ini, penjual asongan berseliweran menjajakan rokok dan minuman dingin. Semua bangku peron terisi penuh oleh orang-orang berwajah lelah, mereka terlihat mengantuk , ingin segera tiba di rumah dan mengharapkan tidur yang pulas, mereka sama seperti aku...
Sejenak kuarahkan pandanganku pada sebuah mushola kecil di sudut stasiun, aku tersenyum simpul, ada kenangan sangat berkesan bersamanya di mushola mungil ini. Untuk pertama kalinya aku mengajaknya sholat bersama di mushola ini.
Ruangan mushola yang mungil ini dipisahkan oleh selembar kain hijab yang membatasi shaf lelaki dan shaf perempuan. Di mushola inilah untuk pertama kalinya dia mengenakan mukena di depanku dan aku terpesona karenanya. Kain panjang putih berenda itu menutupi sekujur tubuhnya, wajahnya yang berkulit putih semakin terlihat cerah saat dia mengenakan mukena panjang itu.
Sungguh aku terpesona dengan kecantikannya...aku seperti melihat bidadari di depanku dan dia hadir menemani hariku...
"Kamu semakin cantik dengan mukena itu.."pujiku pada waktu itu.
Mendengar pujian itu dia tersenyum malu, "Udah ah!jangan ngrayu terus, kapan sholatnya?"
Suasana saat itu sungguh membuat hatiku merasa tentram, beberapa bapak-bapak yang juga sholat di mushola mungil ini terlihat ramah dan berbusana bersih, ternyata masih ada orang-orang sibuk yang masih punya waktu untuk sholat. Mereka tersenyum melihat kami, tak ada prasangka buruk mereka terhadap kami, mereka melihat kami seperti pasangan suami istri yang sedang berbulan madu...

---------------
“Perhatian, untuk penumpang jurusan Jakarta kota, sepur berada di jalur satu…”suara pengumunan dari speaker stasiun bogor membuyarkan lamunanku, aku segera mempersiapkan diri karena dari jarak 30 meter aku telah melihat lokomotif KRL semakin mendekat di jalur satu. Seluruh calon penumpang jurusan Jakarta kota berduyun-duyun mendekati jalur satu. Yah…mereka tentu ingin secepatnya masuk ke gerbong KRL dan berharap mendapatkan tempat duduk, mereka berpikiran sama seperti aku…
Untunglah penumpang KRL malam ini tidak terlalu padat, sehingga aku segera mendapatkan tempat duduk yang nyaman.
Roda gerbong yang berjalan menyusuri rel menimbulkan suara tersendiri yang sangat khas seperti alunan musik. Aku segera terhanyut dengan pikiranku sendiri, di gerbong KRL ini aku juga memiliki kenangan indah bersamanya. Aku teringat saat pertemuan pertama kali kami di ITC Depok dan dia mengajakku ke kotanya. Di stasiun Depok Baru kami menunggu KRL menuju kota Bogor. Sore hari yang padat oleh orang-orang yang pulang kerja tak menyisakan banyak ruang di gerbong KRL. Kami berdiri bersama ratusan orang lainnya, saat itulah untuk pertama kalinya aku memeluk tubuhnya. Kupegang erat pinggangnya dengan tangan kananku, sementara tangan kiriku berpegangan pada hanger gerbong. Tubuh kami saling merapat tanpa ada jarak, aku merasa cukup gerah mendengar celetukan gadis-gadis SMU yang terlihat iri dengan kemesraan kami.
“Mereka pasti ngomongin kita..”keluhku.
“Cuek aja, bukan urusan mereka…”jawabnya dengan tenang, meski demikian aku masih rikuh dengan celetukan mereka.
Tanpa kusadari aliran hawa hangat menyusup ke dadaku, terasa sesak namun membuatku bahagia. Ternyata masih beberapa menit berpisah darinya rasa rindu kembali bergelayut. Aku merasa tersiksa dengan keadaan ini, aku ingin setiap waktu bersamanya, mengapa hal ini sepertinya mustahil bagiku…
“Yang dingin, yang dingin!!” suara lantang bocah asongan menjajakan dagangannya.
“Aqua gelas satu jang!” seruku kepada bocah berbaju kumal itu. Dia berhenti di depanku dan segera mengulurkan segelas air mineral dingin seperti yang kumaksud.
“lima ratus perak aja bang..”kata bocah itu dengan senyuman. Kurogoh uang receh lima ratusan dan segera kuserahkan ke bocah asongan itu.
“Makasih bang…”lalu bocah itu segera berlalu mencari pembeli lainnya.
Aku meneguk air dingin yang tawar itu dengan pelahan, kerongkonganku terasa segar, dadaku pun mulai terasa lega tidak lagi terasa sesak karena membayangkan dirinya.
KRL terus melaju dengan kencang, hingga tanpa terasa KRL jurusan Jakarta Kota telah berhenti di stasiun UI Depok. Aku beranjak dari tempat dudukku dan segera keluar dari gerbong KRL.
Stasiun UI terlihat sangat lengang di malam hari, hanya ada beberapa mahasiswa yang terlihat sibuk di dalam ruangan kios rental computer. Aku berjalan menuju jalan raya Depok, aku melewati gang-gang sempit sebelum akhirnya aku sampai di pinggir jalan raya.
Lalu lintas malam itu masih terlihat ramai, tak butuh waktu lama untuk menunggu hingga akhirnya angkot jurusan kampung rambutan berhenti di depanku.
“Kemana mas?”tanya kernet.
“Akses UI gang areman bang..”jawabku singkat sambil kuserahkan dua lembar uang ribuan.
Di dalam angkot hanya ada aku dan dua mahasiswa yang terlihat seperti sepasang kekasih. Aku melirik ke arah perut si perempuan yang terlihat membuncit. Sepertinya dia sedang hamil 4 bulan.
Aku mengalihkan perhatianku ke jalan raya sambil kunikmati hembusan angin malam. Aku menghela nafas panjang…seperti inikah gaya berpacaran anak muda sekarang? Namun aku memakluminya karena hal itu bisa juga terjadi padaku dan dirinya. Aku menyadari jika aku bukanlah lelaki alim seperti yang dipikirkan orang lain…
Jam telah menunjukkan 23.00, sudah sangat larut bagiku untuk pulang ke rumah pamanku di kelapa dua. Tapi tak ada pilihan selain membuat alasan kepada pamanku.
Angkot berwarna biru tua itu telah berhenti di depan gang areman, aku melangkah keluar dari angkot dan kini telah ada di sisi jalan akses UI Depok. Jantungku berdegub kencang karena tinggal beberapa puluh meter lagi aku sampai di rumah pamanku. Aku bisa menduga bahwa pamanku pasti sangat jengkel dengan kelakuanku 7 hari belakangan ini.
Terus terang beliau adalah satu-satunya kerabatku yang tinggal di Depok, maka saat aku memutuskan menemui gadis Bogor itu, rumah pamanlah yang menjadi tempat singgahku.
“Assalamu’alaikum..”aku mengucap salam sambil mengetuk pintu, selang beberapa saat kemudian pintu utama terbuka.
“Kemana saja kamu…”Tanya pamanku, aku melihat raut mukanya menunjukkan ketidaksenangan.
Dengan gelagapan aku menjawab sejujurnya bahwa aku menghabiskan waktu di kota Bogor. Aku juga mengatakan bahwa sejak jam 9 malam aku sudah berada di KRL menuju Depok, pamanku menyadari bahwa jarak tempuh Bogor-Depok cukup jauh.
“Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu, besok kita lanjutkan pembicaraan…”tukas pamanku dengan datar.
Dengan sangat kikuk aku melangkah memasuki ruangan rumah yang luas itu dan segera menuju kamar tidur tamu.(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar